Selasa, 26 Oktober 2010

TEORI FUSI BAKKE DAN ARGYRIS

TEORI FUSI BAKKE DAN ARGYRIS

Tokoh pemikir :
Bakke (1950) dan Chris Argyris (1957)

Sejarah Perkembangan :
Sadar akan banyaknya masalah dalam rangka memuaskan minat manusia yang berlainan dan dalam rangka memenuhi tuntutan penting struktur birokrasi. Bakke (1950) menyarankan suatu proses fusi. Ia berpendapat bahwa organisasi, hingga suatu tahap tertentu, mempengaruhi individu, sementara pada saat yang sama individu pun mempengaruhi organisasi. Hasilnya adalah suatu organisasi yang dipersonalisasikan oleh setiap individu pegawai dan individu-individu yang disosialisasikan oleh organisasi. Karena itu setiap pegawai menunjukkan ciri-ciri organisasi, dan setiap jabatan tampak unik seperti individu yang mendudukinya. Setelah fusi, setiap pegawai tampak lebih menyerupai organisasi, dan setiap jabatan dalam organisasi dimodifikasi sesuai dengan minat khusus individu.
Kemudian, Argyris (1957), seorang rekan Bakke di Universitas Yale, memperluas dan menyempurnakan karya Bakke. Ia berpendapat bahwa ada suatu ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai yang matang dengan persyaratan formal organisasi. Organisasi mempunyai tujuan yang berlawanan dengan tujuan pegawai perseorangan. Para pegawai mengalami frustrasi sebagai akibat dan ketidaksesuaian tersebut; sebagian pegawai mungkin meninggalkan tempat kerja mereka, menjadi apatis dan acuh tak acuh.
Melalui konflik ini para pegawai lainnya menyadari untuk tidak mengharapkan kepuasan dari pekerjaan mereka. Banyak orang mengetahui berdasarkan pengalaman pribadi bahwa penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan suatu organisasi formal tidak mudah dan tidak dapat diharapkan terjadi secara otomatis.
Argyris memusatkan usahanya untuk menjelaskan perilaku orang dalam organisasi. Ia mengembangkan pokok utamanya yaitu tesis bahwa organisasi formal memerlukan “perilaku yang cendrung kearah frustasi, membuat pertentangan dan menciptakan kegagalan bagi orang perseorangan yang secara psikologis sehat”.
Ada sejumlah “akibat yang tak diharapkan”, dari interaksi antara kebutuhan orang-perseorangan dan kebutuhan organisasi. Kedua perangkat kebutuhan itu diadaptasikan atau dikecewakan, dan timbulah organisasi informal dengan norma-norma yang cocok bagi orang-perseorangan yang frustasi dan apatis. Dengan demikian perilaku organisai sepenuhnya adalah suatu fungsi interaksi kebutuhan kelompok-kelompok informal dan kebutuhan organisasi.
Selanjutnya, menurut teori lain, salah satu hal yang dapat membuat anggota/karyawan tetap merasa betah adalah dengan memotivasi mereka dan atau mengenal motivasi mereka dalam bekerja. Motivasi atau motif/ kebutuhan / desakan/ keinginan atau dorongan adalah kata yang sering digunakan untuk menyebut kata motivasi. motivasi bisa bersumber dari dalam diri orang atau bersumber dari luar diri orang.

Asumsi Dasar Teori :
1. Ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai yang matang dengan persyaratan formal organisasi.
2. Organisasi mempunyai tujuan yang berlawanan dengan tujuan pegawai perseorangan
3. Penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan suatu organisasi formal tidak mudah dan tidak dapat diharapkan terjadi secara otomatis.

Karakteristik Teori :
Organisasi, hingga suatu tahap tertentu, mempengaruhi individu, sementara pada saat yang sama individu pun mempengaruhi organisasi. Hasilnya adalah suatu organisasi yang dipersonalisasikan oleh setiap individu pegawai dan individu-individu yang disosialisasikan oleh organisasi.

Implementasi Teori :
Sebuah Perusahaan terkenal membangun kantor cabang di lokasi yang strategis dan berniat untuk memilih manager di kantor cabang tersebut, seorang pegawai merasa yakin ia akan dipilih menjadi manager karena merasa dirinya turut membesarkan perusahaan itu. Ia tahu benar siapa rivalnya. Rivalnya adalah seorang pegawai yang digambarkan self moving nya sebagai manusia yang lamban, egois, tidak peduli pada ingkungan, dan moody.
Pegawai Pertama yang sudah sangat yakin akan diangkat menjadi manajer ternyata pada kenyataannya tidak diangkat menjadi manager dengan alasan pemilik perusahaan menganggap dirinya masih terlalu muda dan tidak mempunyai cukup pengalaman untuk memimpin perusahaan, kecewa dengan keputusan atasannya.
Prediksi Bakke dan Argyris tepat, Pegawai Pertama pun menjadi frustrasi dan memilih untuk meninggalkan perusahaan dan mencari perusahaan yang tidak memangdang umur dan pengalaman, melainkan etos dan kinerja seseorang. Pilihan seorang pegawai untuk keluar atau menetap di oganisasi dengan keputusasaan, perlu dicermati oleh organisasi, jika tidak menginginkan mereka menjadi duri dalam organisasi.
Sumber : Pace, R. Wayne & Don F. Faules. Komunikasi Organisasi. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung:2006 halaman 61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar